Kau pernah bilang padaku, kalau kau sangat menyayangi kekasihmu. Aku selalu tersenyum mengenang masa lalumu. Kau adalah lelaki yang mudah terbakar cemburu, selalu marah-marah ketika menelpon kekasihmu. Kau masih ingat tidak untuk melampiaskan amarahmu kau pasti mengajakku bermain playstation kalau teleponmu tidak diangkat kekasihmu.
Sebagai temanmu, mungkin aku yang terlihat seperti tidak peduli dengan kisah-kisahmu bersama kekasihmu. Aku selalu mengalahkanmu bermain playstation. Seharusnya aku mengalah agar amarahmu yang mendidih bisa berkurang. Sudah menjadi kebiasaanku bermain sepakbola tidak mengenal kata kalah. Kita sama-sama hanya bisa memainkan sepakbola. Padahal lebih seru sebenarnya di saat kau sedang marah begitu, kalau kita memainkan permainan yang berdarah-darah seperti tinju, smack down, dan adegan berkelahi lainnya. Tetapi mau bagaimana lagi kita sama-sama canggung mengganti kebiasaan kita.
Apa kau masih ingat ketika teleponmu berdering, di mana kita berdua sedang seru-serunya bermain playstation. Kau selalu menyempatkan mengangkat telepon kekasihmu. Aku senang melihatmu lebih mementingkan dirinya. Tetapi yang aku herankan kenapa bicaramu masih tetap bernada tinggi pada kekasihmu. Bukankah kau menyayanginya. Bukankah kau selalu lepas kendali bila teleponmu tidak diangkatnya dan kau juga selalu tersulut amarah kalau teleponnya tidak aktif. Lalu mengapa di saat dia berbicara padamu di telepon kau lantas masih juga tetap dikerumuni amarah.
Aku tahu kau sangat menyayanginya dan kau pernah mengangankan ceritamu diisi tentang kau dan kekasihmu. Pernah suatu ketika kau iri padaku yang jarang bertengkar dengan kekasihku. Sebenarnya aku selalu bertengkar, aku bertengkar dengan diriku sendiri. Aku juga selalu cemburu melihat kekasihku, kalau-kalau waktunya sibuk bersama teman-temannya. Hanya saja aku tidak mau kecemburuanku diketahui kekasihku. Aku bertengkar dengan diriku sendiri dan terkadang bisa memenangkannya.
Lebih enak sepertimu yang mudah saling marah dan mudah saling berbaikan. Terkadang diam-diam aku meniru caramu mencintai kekasihmu dengan cara possesifmu. Sungguh aku tersiksa memerankan caramu dan kurasa kau juga tersiksa, kekasihmu seharusnya juga tersiksa.
Tibalah saatnya, akhir dari kisah cintamu dengan kekasihmu. Kau sudah bosan dengan segala amarahmu memikirkan segala risau tentang kekasihmu. Aku harus jujur padamu sebenarnya kau dan kekasihmu adalah pasangan yang tepat. Kau pemarah dia suka dimarahi. Kau pencemburu dia senang dicemburui. Kau gemar mengoleksi barang-barang mewah dia suka bermewah-mewahan. Kekasihmu suka mengganggumu dan kau merasa kehilangan kalau kekasihmu tidak mengganggumu. Makanya kau suka mencari-cari kesalahannya dan sebaliknya. Aku harus mengulangi sekali lagi, kalian pasangan yang tepat sebenarnya.
Dari sekian banyak teman-temanmu, kenapa harus aku yang menjadi saksi sepasang kekasih yang saling mencintai dengan cara-caramu dan juga cara-cara kekasihmu berakhir dengan tangis. Kau bilang kau merindukannya dan butuh teman untuk menemuinya. Aku tidak berpikir bahwa perpisahan dua hati yang saling memiliki kesamaan sepertimu dengan kekasihmu berujung di depan mataku.
Aku mau marah juga dengan kau, juga dengan kekasihmu. Mengapa aku di bawa-bawa dalam pertengkaran dan perpisahanmu dengan kekasihmu. Amarahku tidak kutunjukkan hanya bisa terpana menjadi saksi cinta dua hati yang sengaja kalian hancurkan. Kau memang tidak tampak menangis seperti kekasihmu yang berurai air mata. Aku tahu sepanjang jalan kau menangis. Tangismu kau simpan untuk waktu yang panjang.
Kulihat semenjak kau tidak lagi bersama kekasihmu untuk waktu yang panjang, mungkin juga untuk selama-lamanya. Banyak perubahan menghampirimu. Kau sudah mulai bisa meredam amarahmu dan kau tidak lagi sibuk melihat handphonemu yang sebelumnya hampir setiap saat berdering. Satu hal lagi yang kusuka dari perubahanmu, tidak lagi mudah berkata kasar. Aku tahu kau masih merindukannya dan kau masih menyayanginya.
Dua hati yang saling mencintai dan memiliki kesamaan tidak berarti akan membuat hubungan itu bertahan lama. Adakalanya kita harus mengubah cara dalam mencintai pasangan kita.
Akan ada masa di mana sepasang kekasih yang saling mencintai memiliki pertengkaran yang hebat, jika kau benar-benar melangkah untuk mengusaikan segala cerita-ceritamu dengan kekasihmu, pastikan sajalah langkahmu memberi warna yang terang.
Prapat Janji, 18 Maret 2017
Sebagai temanmu, mungkin aku yang terlihat seperti tidak peduli dengan kisah-kisahmu bersama kekasihmu. Aku selalu mengalahkanmu bermain playstation. Seharusnya aku mengalah agar amarahmu yang mendidih bisa berkurang. Sudah menjadi kebiasaanku bermain sepakbola tidak mengenal kata kalah. Kita sama-sama hanya bisa memainkan sepakbola. Padahal lebih seru sebenarnya di saat kau sedang marah begitu, kalau kita memainkan permainan yang berdarah-darah seperti tinju, smack down, dan adegan berkelahi lainnya. Tetapi mau bagaimana lagi kita sama-sama canggung mengganti kebiasaan kita.
Apa kau masih ingat ketika teleponmu berdering, di mana kita berdua sedang seru-serunya bermain playstation. Kau selalu menyempatkan mengangkat telepon kekasihmu. Aku senang melihatmu lebih mementingkan dirinya. Tetapi yang aku herankan kenapa bicaramu masih tetap bernada tinggi pada kekasihmu. Bukankah kau menyayanginya. Bukankah kau selalu lepas kendali bila teleponmu tidak diangkatnya dan kau juga selalu tersulut amarah kalau teleponnya tidak aktif. Lalu mengapa di saat dia berbicara padamu di telepon kau lantas masih juga tetap dikerumuni amarah.
Aku tahu kau sangat menyayanginya dan kau pernah mengangankan ceritamu diisi tentang kau dan kekasihmu. Pernah suatu ketika kau iri padaku yang jarang bertengkar dengan kekasihku. Sebenarnya aku selalu bertengkar, aku bertengkar dengan diriku sendiri. Aku juga selalu cemburu melihat kekasihku, kalau-kalau waktunya sibuk bersama teman-temannya. Hanya saja aku tidak mau kecemburuanku diketahui kekasihku. Aku bertengkar dengan diriku sendiri dan terkadang bisa memenangkannya.
Lebih enak sepertimu yang mudah saling marah dan mudah saling berbaikan. Terkadang diam-diam aku meniru caramu mencintai kekasihmu dengan cara possesifmu. Sungguh aku tersiksa memerankan caramu dan kurasa kau juga tersiksa, kekasihmu seharusnya juga tersiksa.
Tibalah saatnya, akhir dari kisah cintamu dengan kekasihmu. Kau sudah bosan dengan segala amarahmu memikirkan segala risau tentang kekasihmu. Aku harus jujur padamu sebenarnya kau dan kekasihmu adalah pasangan yang tepat. Kau pemarah dia suka dimarahi. Kau pencemburu dia senang dicemburui. Kau gemar mengoleksi barang-barang mewah dia suka bermewah-mewahan. Kekasihmu suka mengganggumu dan kau merasa kehilangan kalau kekasihmu tidak mengganggumu. Makanya kau suka mencari-cari kesalahannya dan sebaliknya. Aku harus mengulangi sekali lagi, kalian pasangan yang tepat sebenarnya.
Dari sekian banyak teman-temanmu, kenapa harus aku yang menjadi saksi sepasang kekasih yang saling mencintai dengan cara-caramu dan juga cara-cara kekasihmu berakhir dengan tangis. Kau bilang kau merindukannya dan butuh teman untuk menemuinya. Aku tidak berpikir bahwa perpisahan dua hati yang saling memiliki kesamaan sepertimu dengan kekasihmu berujung di depan mataku.
Aku mau marah juga dengan kau, juga dengan kekasihmu. Mengapa aku di bawa-bawa dalam pertengkaran dan perpisahanmu dengan kekasihmu. Amarahku tidak kutunjukkan hanya bisa terpana menjadi saksi cinta dua hati yang sengaja kalian hancurkan. Kau memang tidak tampak menangis seperti kekasihmu yang berurai air mata. Aku tahu sepanjang jalan kau menangis. Tangismu kau simpan untuk waktu yang panjang.
Kulihat semenjak kau tidak lagi bersama kekasihmu untuk waktu yang panjang, mungkin juga untuk selama-lamanya. Banyak perubahan menghampirimu. Kau sudah mulai bisa meredam amarahmu dan kau tidak lagi sibuk melihat handphonemu yang sebelumnya hampir setiap saat berdering. Satu hal lagi yang kusuka dari perubahanmu, tidak lagi mudah berkata kasar. Aku tahu kau masih merindukannya dan kau masih menyayanginya.
Dua hati yang saling mencintai dan memiliki kesamaan tidak berarti akan membuat hubungan itu bertahan lama. Adakalanya kita harus mengubah cara dalam mencintai pasangan kita.
Akan ada masa di mana sepasang kekasih yang saling mencintai memiliki pertengkaran yang hebat, jika kau benar-benar melangkah untuk mengusaikan segala cerita-ceritamu dengan kekasihmu, pastikan sajalah langkahmu memberi warna yang terang.
Prapat Janji, 18 Maret 2017
0 Response to "Possesif"
Post a Comment