Ada satu cerita tentang kita bersama dengan sepasang kekasih yang baru kita kenal. Awalnya kau dan aku tidak memedulikan mereka, yang sepertinya sedang dimabuk asmara seperti halnya kita yang sedang bersemangat mengeja tanyamu dan tanyaku di antara kegembiraan nan semu di masa kemarin. Walau begitu sampai sekarang tidak pernah ada niat sama sekali menghapus satu kisah pun bersamamu, perempuan dengan senyuman termanis yang tidak pernah kutemukan pada senyuman perempuan selain kau.
Kau masih ingat ketika kita merayakan hari kau dan aku menjadi sepasang kekasih. Perayaan lazimnya hadir sekali dalam setahun, tetapi kita hampir setiap bulan merayakannya dengan kencan sederhana atau pun kencan yang bisa kukatakan di atas sederhana, dan bisa juga kencan kita bepergian menuju satu tempat yang belum pernah kau dan aku kunjungi. Aku bahagia dan kau tentu juga bahagia. Hanya saja di masa itu kita hanya masih memikirkan bahagia sesaat, kita tidak pernah memikirkan sama sekali ujung perjalanan yang kita mulai di masa itu.
Dari kecil aku suka dengan air hingga sekarang tetap kusuka sekali itu, memandangi birunya lautan, mendengar desir ombak di pantai, dan menikmati pasir-pasir putih yang terhampar bebas. Sebab itulah, kuajak kau ke pantai tepat di tanggal sakral yang kau dan aku pahat pada satu ukiran di masa silam, hanya saja bulan masih terlalu muda untuk kita genggam.
Dari sanalah terbentuk satu cerita, satu ketidakmungkinan yang benar-benar telah terjadi. Berawal dari pertemuan singkat kita dengan sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Kau dan aku berkenalan dengan mereka, aku tidak risih menatap keceriaan yang mereka rangkai, karena hak mereka menikmati hari-harinya sebagai sepasang kekasih.
Hanya saja aku terganggu dengan ajakannya menikmati indahnya lautan secara langsung di atas banana boat, sejenis sampan terbuat dari balon lonjong yang di atasnya bisa diduduki empat sampai tujuh orang lalu dikaitkan atau diderek oleh satu kapal yang dikemudikan secara luar biasa mengerikannya. Aku sangat menikmati balapan tetapi bukan di atas air.
Kau tahu, ketika kau cemberut ketika aku agak sungkan menuruti ajakannya, tetapi aku tetap mengiyakan walau dalam hati sangat-sangat tidak menginginkan berada di atas air bersama sepasang kekasih yang masih asing untuk kita. Juga rasa takutku teramat tinggi bila berada di atas air. Hanya saja aku tidak ingin terlihat takut di hadapanmu. Kau bilang padaku kau bisa berenang jika sewaktu-waktu banana boat yang kita naiki bersama sepasang kekasih yang baru kita kenal itu terbalik.
Aku mengulang-ulang kembali pertanyaanku dan kau mengatakan dengan jawaban yang tetap sama bahwa kau bisa berenang. Rasa cemasku pun berkurang karena hanya aku yang tidak bisa berenang, walaupun ada pelampung tetap saja mengerikan untuk kuulangi kembali jika di masa nanti kau mengajakku kembali. Aku menanyakan perihal itu padamu untuk memastikan hatiku agar tidak terjadi apa-apa padamu.
Dan, pada akhirnya kau tidak bisa menepati ucapanmu karena kau terlanjur terkulai lemas ketika kepalamu berbenturan denganku. Aku berteriak sekencang-kencangnya meminta bantuan agar kau segera di bawa ke atas ketika banana boat yang kita naiki dengan sengaja memang dibalikkan, dan ternyata di situlah letak keseruannya bagi yang menyenangi permainan itu, dan aku tidak begitu menyenanginya seperti sepasang kekasih yang bersama kita sungguh sangat menikmati sekali kencan mereka.
Jika nanti kau mengajakku kembali, mungkin aku tidak akan mau mengulangnya, karena aku tidak ingin terlihat konyol tidak bisa menjadi pelindungmu. Kuharap kau memaklumi. Pertemuan singkat kita dengan sepasang kekasih yang sangat menikmati kencannya berakhir ketika senja punah, dan aku masih teringat pertemuan singkat itu mengingatkan kembali jika aku takut kehilanganmu.
Prapat Janji, 30 Maret 2017
Kau masih ingat ketika kita merayakan hari kau dan aku menjadi sepasang kekasih. Perayaan lazimnya hadir sekali dalam setahun, tetapi kita hampir setiap bulan merayakannya dengan kencan sederhana atau pun kencan yang bisa kukatakan di atas sederhana, dan bisa juga kencan kita bepergian menuju satu tempat yang belum pernah kau dan aku kunjungi. Aku bahagia dan kau tentu juga bahagia. Hanya saja di masa itu kita hanya masih memikirkan bahagia sesaat, kita tidak pernah memikirkan sama sekali ujung perjalanan yang kita mulai di masa itu.
Dari kecil aku suka dengan air hingga sekarang tetap kusuka sekali itu, memandangi birunya lautan, mendengar desir ombak di pantai, dan menikmati pasir-pasir putih yang terhampar bebas. Sebab itulah, kuajak kau ke pantai tepat di tanggal sakral yang kau dan aku pahat pada satu ukiran di masa silam, hanya saja bulan masih terlalu muda untuk kita genggam.
Dari sanalah terbentuk satu cerita, satu ketidakmungkinan yang benar-benar telah terjadi. Berawal dari pertemuan singkat kita dengan sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Kau dan aku berkenalan dengan mereka, aku tidak risih menatap keceriaan yang mereka rangkai, karena hak mereka menikmati hari-harinya sebagai sepasang kekasih.
Hanya saja aku terganggu dengan ajakannya menikmati indahnya lautan secara langsung di atas banana boat, sejenis sampan terbuat dari balon lonjong yang di atasnya bisa diduduki empat sampai tujuh orang lalu dikaitkan atau diderek oleh satu kapal yang dikemudikan secara luar biasa mengerikannya. Aku sangat menikmati balapan tetapi bukan di atas air.
Kau tahu, ketika kau cemberut ketika aku agak sungkan menuruti ajakannya, tetapi aku tetap mengiyakan walau dalam hati sangat-sangat tidak menginginkan berada di atas air bersama sepasang kekasih yang masih asing untuk kita. Juga rasa takutku teramat tinggi bila berada di atas air. Hanya saja aku tidak ingin terlihat takut di hadapanmu. Kau bilang padaku kau bisa berenang jika sewaktu-waktu banana boat yang kita naiki bersama sepasang kekasih yang baru kita kenal itu terbalik.
Aku mengulang-ulang kembali pertanyaanku dan kau mengatakan dengan jawaban yang tetap sama bahwa kau bisa berenang. Rasa cemasku pun berkurang karena hanya aku yang tidak bisa berenang, walaupun ada pelampung tetap saja mengerikan untuk kuulangi kembali jika di masa nanti kau mengajakku kembali. Aku menanyakan perihal itu padamu untuk memastikan hatiku agar tidak terjadi apa-apa padamu.
Dan, pada akhirnya kau tidak bisa menepati ucapanmu karena kau terlanjur terkulai lemas ketika kepalamu berbenturan denganku. Aku berteriak sekencang-kencangnya meminta bantuan agar kau segera di bawa ke atas ketika banana boat yang kita naiki dengan sengaja memang dibalikkan, dan ternyata di situlah letak keseruannya bagi yang menyenangi permainan itu, dan aku tidak begitu menyenanginya seperti sepasang kekasih yang bersama kita sungguh sangat menikmati sekali kencan mereka.
Jika nanti kau mengajakku kembali, mungkin aku tidak akan mau mengulangnya, karena aku tidak ingin terlihat konyol tidak bisa menjadi pelindungmu. Kuharap kau memaklumi. Pertemuan singkat kita dengan sepasang kekasih yang sangat menikmati kencannya berakhir ketika senja punah, dan aku masih teringat pertemuan singkat itu mengingatkan kembali jika aku takut kehilanganmu.
Prapat Janji, 30 Maret 2017
0 Response to "Pertemuan Singkat Kita dengan Sepasang Kekasih "
Post a Comment