Ulasan Vietnam VS Indonesia (semifinal leg 2 piala AFF 2016)

 

Gemuruh dan sorak-sorai pendukung Vietnam di stadion My Dinh Hanoi membuktikan bahwa magnet sepakbola di Vietnam tidak kalah antusiasnya dibandingkan pendukung timnas saat bertanding di Indonesia. Selama 120 menit timnas mendapatkan tekanan tiada henti-hentinya dari Vietnam. Terbukti selama kurun waktu 45 menit babak pertama timnas dibuat bertahan total. Tidak ada satupun serangan yang mencapai target ke arah gawang lawan.

Penulis mencatat Kurnia Mega menjadi orang pertama yang berhasil dijatuhkan mentalnya oleh atmosfir stadion Hanoi. Jelas sekali terlihat Kurnia Mega tidak tenang dalam menjaga gawang timnas, dalam tiga kali beruntun percobaan tendangan gawang Kurnia Mega tidak bisa dengan sempurna menendang bola. Bertubi-tubi serangan dilancarkan kesebelasan Vietnam tidak satupun ada serangan balik yang mampu dihasilkan oleh timnas. Bisa dikatakan stadion Hanoi berhasil meruntuhkan pola permainan timnas.

Di leg pertama maupun leg kedua semifinal ini, timnas mengeluarkan strategi yang berbeda. Di penyisihan grup sebelumnya, biasanya ada bola yang mengalir cepat yang  selalu diperagakan Evan Dimas. Namun, keberanian Alfred Riedl dengan tidak menurunkan semenit pun Evan Dimas terbukti berhasil mengantarkan timnas ke final. Peran Evan digantikan oleh Stefano Lilipaly yang berperan ganda sebagai pengatur serangan, dan pemutus alur bola lawan, serta menjadi penyerang lubang di leg kedua. Menurut penulis pemain inilah yang sangat vital di lini tengah timnas. Beruntung timnas memiliki Stefano, pemain cerdas dan bisa beradaptasi dengan cepat memeragakan strategi yang diberikan pelatih.

    Keberhasilan timnas menahan imbang Vietnam 2-2 di Hanoi dengan agregat kandang- tandang 4-3 otomatis timnas melenggang ke final. Timnas melaju ke final, kali ini lagi-lagi dibilang karena faktor keberuntungan. Tidak ada yang salah dengan penilaian bahwa timnas dinaungi keberuntungan. Sepakbola tidak hanya berbicara tentang tim mana yang paling kuat, siap mental, atau paling cerdas menjalankan strategi yang diberikan pelatih, tetapi sepakbola juga terhubung secara vertikal dengan faktor yang namanya keberuntungan. Penulis masih ingat ketika timnas kalah adu pinalti edisi Piala AFF 2002. Di mana timnas kalah adu pinalti karena faktor mental dan keberuntungan saat itu tidak memihak timnas.

Keberhasilan timnas menahan imbang 2-2 Vietnam di Hanoi, menurut kacamata penulis berawal dari keberhasilan timnas menahan gempuran-gempuran yang dilancarkan pemain Vietnam di babak pertama dengan skor masih tetap 0-0. Pertahanan timnas betul-betul diuji dengan serangan tuan rumah ditambah lagi dukungan puluhan ribu pendukung mereka yang memadati stadion. Hansamu Yama Pranata dan Fachrudin di plot sebagai bek tengah, sedangkan Manahati Lestusen diplot sebagai gelandang bertahan bersama-sama dengan Bayu Pradana.

Bukan bermaksud mengecilkan peran Benny Wahyudi dan Abduh Lestaluhu, namun keempat pemain inilah yang menjadi kunci sukses pertahanan timnas sulit ditembus mulai dari garis tengah lapangan hingga di pintu gawang timnas yang dijaga Kurnia Mega. Timnas saat bertandang ke Hanoi memang di bawah tekanan selama kurun waktu 120 menit, tetapi konsentrasi dan fokus timnas bisa dibilang tidaklah buruk, tetapi bukan berarti bisa dibilang bagus. Ada aura keberuntungan yang menaungi timnas hingga bisa menahan imbang Vietnam di Hanoi.

Gol yang dilesakkan Lilipaly menit 54 melalui skema serangan balik berawal dari Boaz Solossa yang menyisir kiri pertahanan Vietnam adalah umpan silang yang berbau keberuntungan. Tetapi perlu diketahui, apapun ceritanya gol tetaplah gol. Tidak peduli dilakukan dengan cara indah atau satu dua sentuhan. Dalam sepakbola timnas yang bermain bagus dan indah bukanlah yang menang melainkan tim yang bisa mengkonversikan peluang menjadi gol itulah tim yang menang.

Vietnam memiliki mental baja
Kiper Vietnam diusir secara tidak hormat oleh wasit di menit 75, sehingga bisa dikatakan seharusnya beban timnas berkurang dalam menghadapi serangan-serangan yang dilancarkan Vietnam. Tetapi yang terjadi di lapangan malah sebaliknya, Vietnam berhasil juga meruntuhkan tembok pertahanan timnas dua gol dalam kurun waktu 10 menit tepatnya menit 83 dan 90+3 waktu normal.

Gol menit-menit akhir diwaktu normal mengingatkan penulis gol yang dilesakkan Le Cong Vinh di final Piala AFF 2008. Saat itu Vietnam berhasil menjadi juara berkat gol di menit-menit akhir. Padahal hingga kurun waktu 90 menit Thailand unggul 1-0. Le Cong Vinh membuyarkan kemenangan di depan mata Thailand dengan gol penyamanya di injury time 1-1 sekaligus mengantarkan Vietnam juara Piala AFF  untuk yang pertama kalinya dengan agregat akhir 3-2.

Semangat pantang menyerah dan terus mengerahkan segala kemampuan dan tenaga adalah ciri khas dari pemain-pemain Vietnam. Timnas harus cepat belajar dari pengalaman bertanding menghadapi Vietnam bahwa timnas  harus bersemangat mengerahkan segala kemampuan, tetap fokus, dan jangan cepat puas.

Lihatlah ketika Vietnam bermain dengan 10 pemain, tim mereka bermain tanpa beban dan terus menekan hingga pluit akhir ditiupkan. Semangat pantang menyerah dan terus menekan tersebut membuahkan dua gol di menit-menit akhir bukan? Vietnam tidak berada dalam tekanan malah mereka yang terus menekan timnas. Beruntunglah timnas dengan kebijakan Alfred Riedl menempatkan kembali Hansamu Yama dan Manahati Lestusen ke dalam skuat inti di leg kedua ini.

Perlu dicatat juga bahwa gol yang dilesakkan Vietnam terjadi setelah Boaz Solossa ditarik keluar. Ban kapten yang melekat di lengan kirinya seolah-olah menjadi energi yang tidak terbantahkan. Timnas sangat bergantung sekali dengan kepemimpinan Boaz Solossa di atas lapangan. Keberuntungan di babak pertama timnas berhasil meredam serangan-serangan yang dilancarkan Vietnam tidak tampak di sepuluh menit akhir pertandingan babak kedua. Serangan-serangan yang dilancarkan Vietnam ke jantung pertahanan timnas akhirnya mampu membuahkan dua gol. Sebagai pecinta sepakbola khususnya pecinta timnas yang menyaksikan pertandingan Vietnam vs Indonesia pastilah dibuat menahan nafas panjang selama durasi 120 menit.

Timnas akhirnya kembali lagi dinaungi keberuntungan dengan skema serangan balik di babak perpanjangan waktu berbuah pinalti karena Ferdinand Sinaga dilanggar di kotak terlarang dan gol terjadi di menit 97. Ada pemandangan yang tidak lazim di mana bukan Ferdinand Sinaga yang mengambil eksekusi tendangan dua belas pas tersebut, melainkan Manahati Lestusen yang mengambil tendangan dua belas pas. Jelas terlihat Manahati lebih siap mentalnya dibandingkan pemain lain dalam hal mengambil tendangan pinalti setelah Boaz, Stefano, dan Andik Vermansyah ditarik ke luar lapangan.

Keberhasilan timnas melaju ke final dan akan bertanding tanggal 14 Desember dan 17 Desember melawan Thailand/Myanmar untuk merebut mahkota juara Piala AFF merupakan kado terindah. Sudah menjadi dahaga besar bagi pecinta sepakbola di tanah air untuk menyaksikan timnas merengkuh tropi paling bergengsi di Asia Tenggara.

Timnas lolos dari babak penyisihan dan melaju hingga ke final adalah suatu kejutan besar, karena timnas saat ini bukanlah tim yang benar-benar komposisi terbaik. Tetapi, sejarah telah membuktikan bahwa tim terbaik bukanlah tim yang dipastikan bisa memenangkan gelar. Tetapi, tim yang mampu beradaptasi dengan cepat terhadap lawan-lawan yang dihadapi dan bermain pragmatis adalah tim yang selalu keluar menjadi pemenang. Timnas harus cepat belajar dari semangat pantang menyerah dan mental baja Vietnam untuk diterapkan saat bermain di final. Bravo timnas.
    


   

0 Response to "Ulasan Vietnam VS Indonesia (semifinal leg 2 piala AFF 2016)"

Post a Comment