(dimuat/publikasikan Harian Analisa 30 November 2016)
Bravo timnas merah putih, timnas kebanggaan seluruh rakyat Indonesia atas perjuangannya meraih satu tiket
ke semifinal Piala AFF. Tiket semifinal ini diraih hingga menunggu menit-menit akhir setelah babak pertama Singapura unggul melalui gol Khairul Amri yang sempat merumput di kompetisi sepakbola tanah air. Otomatis Singapura berada di atas angin terlebih Filipina ditumbangkan oleh Thailand di waktu yang bersamaan. Tendangan indah nan memukau Andik Vermansyah membuka asa pada menit 62 dan gol Stefano Lilipaly menit 83 menutup harapan Singapura menemani Thailand ke semifinal. Menegangkan itulah kata yang pantas disematkan.
Langkah Timnas dimulai dengan tidak mulus di mana pertandingan pertama dihempaskan Thailand 4-2. Padahal sempat menyamakan kedudukan 2-2 tetapi apa daya timnas lagi-lagi melakukan kesalahan yang turun-temurun dari masa lalu hingga sekarang yang belum mampu dipecahkan oleh pelatih-pelatih manapun yang pernah menukangi timnas. Kesalahan mendasar setiap timnas bertanding yaitu mental bertanding alias mudah tertekan di saat pertandingan krusial.
Lihat pertandingan kedua saat bersua Filipina di mana timnas ditahan imbang skor 2-2, padahal timnas sudah unggul 2-1. Apa daya ketika telah unggul timnas malah balik tertekan dan melakukan kesalahan-kesalahan yang berujung gol melalui skema bola mati. Beruntung saat melawan Singapura mental timnas tidak loyo seperti pertandingan sebelumnya sehingga konsentrasi bisa di jaga di menit-menit krusial.
Keberhasilan timnas meraih tiket semifinal adalah sebuah berkah bagi kita pecinta sepakbola tanah air sehingga masih bisa menyaksikan timnas berlaga di dua laga hidup mati (home-away) untuk meraih tiket ke final. Komentar pun bermunculan dengan keberhasilan timnas menyingkirkan Singapura, pelatih Singapura mengatakan kegagalan mereka menyingkirkan timnas merah putih karena kurang beruntung. Maaf, penulis sebagai pecinta sepakbola sekaligus pendukung timnas sepaham dengan ucapan pelatih Singapura bahwa timnas meraih tiket secara dramatis ini adalah karena faktor keberuntungan.
Tidak ada yang memungkiri kualitas individu timnas dari masa ke masa di atas rata-rata, tetapi permasalahannya adalah mental bertanding yang masih kurang tenang menghadapi situasi di lapangan ketika sedang unggul, konon lagi mengejar defisit gol nyaris meninggalkan lubang di jantung pertahanan timnas.
Tujuh gol telah bersarang di gawang Kurnia Mega dan empat di antaranya terjadi karena kesalahan barisan pertahanan yang tidak terorganisir dan mudah lengah membaca pergerakan pemain lawan di saat situasi bola mati. Jika kondisi ini masih belum bisa dituntaskan oleh sang mentor Alfred Riedl maka peluang timnas meraih tiket final dan melepaskan diri dari bayang-bayang kegagalan mengantarkan timnas juara Piala AFF ketika keok ditangan Malaysia (Harimau Malaya) 4-2 akan menjadi kenangan pahitnya selama menangani timnas.
Masih terkenang dalam memori edisi Piala AFF 2010 timnas yang jauh difavoritkan daripada Malaysia ketika bersua di babak grup menjungkalkan Malaysia 5-1, dan ketika di partai puncak malah dihajar gantian dengan skor akhir dengan skema home-away 4-2. Sebagai pecinta sepakbola tanah air khususnya timnas sangat menyakitkan melihat kemenangan nyaris di depan mata, jika dilihat tolak ukurnya adalah di babak grup malaysia kalah 5-1. Jadi, bagamaina lagi Alfred Riedl selaku pelatih timnas pasti dia lebih terpukul bukan?
Timnas tidak bisa meraih mahkota Piala AFF untuk yang pertama kalinya selama sejarah Piala AFF digelar hanya mengandalkan kualitas individu dan kecepatan pemain saja. Untuk itu perlunya memecahkan masalahan mental dan beradaptasi secara cepat dan tepat dalam mengorganisir pertahanan, terlebih dalam skema bola mati yang menjadi kelemahan timnas saat menghadapi Thailand, Filipina, dan Singapura di babak grup.
Kecepatan Andik Vermanyah ,kelihaian Stefano Lilipaly, dan pola permainan Evan Dimas yang mengalirkan bola tanpa mau berlama-lama dengan bola sudah sangat bagus. Ditambah lagi dengan keberadaan Boaz Solossa pemain senior sekaligus sang kapten yang telah lama menjadi skuat timnas dan sebagai sisa skuat timnas edisi Piala AFF 2004.
Mental bertanding menjadi pekerjaan wajib bagi Alfred Riedl untuk memompa semangat timnas agar tidak loyo ketika sedang unggul ketika pertandingan berlangsung. Sebagus apapun kualitas pemain bila mental sudah ciut duluan maka dalam keadaan tertekan atau ditekan oleh tim lawan akan mudah melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak seharusnya dilakukan sehingga otomatis menunggu waktu menyaksikan kegagalan demi kegagalan timnas merah putih.
Kualitas sebagus apapun kalau mental ciut maka pola permainan akan rusak dan kaki serasa tidak bisa digerakkan menendang bola ke arah yang tepat alias asal tendang saja. Peluang timnas merengkuh tropi Piala AFF jika dilihat adalah partai melawan Singapura bisa dikatakan ada harapan besar.
Empat Kali Runner-Up
Sudah sepuluh kali Piala AFF digelar dan ini adalah Piala AFF yang kesebelas. Empat negara telah pernah merasakan nikmatnya membawa pulang tropi kebanggaan di kawasan Asia Tenggara ini. Thailand dan Singapura empat kali merengkuh tropi bergengsi ini sedangkan Vietnam dan Malaysia telah sekali mencicipinya. Bagaimana dengan timnas Indonesia?
Timnas boleh berbangga atau malah bersedih karena empat kali masuk final dan keempat-empatnya pulang dengan tangan hampa Piala alias runner-up. Edisi 2010 kali terakhir timnas berada di final kalah dengan agregat 4-2. Pertandingan di Malaysia tumbang 3-0 dan di GBK menang 2-1. Kemenangan di GBK seperti kemenangan paling menyakitkan karena kalah agregat. Bagaimana tidak, determinasi pemain timnas dan riuhnya penonton tidak cukup untuk meruntuhkan mental lawan (Malaysia). Berbanding terbalik dengan mental timnas kita yang jauh dari harapan saat melawan Malaysia di Stadion Bukit Jalil.
Piala AFF 2000, 2002, 2004, dan 2010 semua berujung kekalahan. Tiga edisi final terakhir timnas jauh diunggulkan dengan kualitas individu yang memukau untuk ukuran kawasan Asia Tenggara tapi berujung dengan kekalahan akibat mental bertanding yang jauh dari harapan. Piala AFF telah memasuki fase semifinal, berarti timnas sudah dekat dengan tropi Piala AFF yang mana pada partai semifinal Sabtu 3 Desember 2016 menjadi tuan rumah terlebih dahulu dan selanjutnya dijamu Vietnam 7 Desember 2016.
Timnas edisi kali ini bukanlah unggulan, maka ini bisa jadi modal berharga untuk bermain lepas tanpa canggung sehingga bisa mengeliminir kelemahan. Mari kita doakan timnas bisa bermain pragmatis dan bisa memperbaiki mental bertanding, juga dinaungi keberuntungan seperti melawan Singapura kemarin. Belajar dari sejarah bahwa sebagai unggulan timnas menjadi lembek ketika sedang bertanding di babak-babak penentuan yang seharusnya menang. Bravo timnas.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Menakar Peluang Timnas Juara Piala AFF"
Post a Comment