Sekadar Berbagi Suara Hati
(dimuat/dipublikasikan di Riau Pos 11 Desember 2016)
Semu
di tangan lelaki itu
mereka melihat muslihat
dan terpikat
raut wajahnya pucat
lebih pucat dari janji-janji
menutup sepi
terjerumus tatapan cemburu
pada waktu dia terus memburu seru
seperti muntahan peluru
pada janji ia coba berontak
rubuhlah ia terhujam peluru
yang bersarung hantu
Prapat Janji, 2016
Petang
di waktu yang paling petang
keringat peluh di tubuh lelah
anak manusia memikul cerita
membawa pusaka ayah ibu
dari lelah yang tersisa
periuk berisi
maka berpulanglah
sebelum petang terakhir berakhir
antara kilauan sunyi dan kunang-kunang
kiranya menyiangi doa-doa pada junjungan
Prapat Janji, 2016
Asap
angin memuyuh, rindu
benih kasih pada resah
melukis tangis yang paling manis
menuju matamu
kulukis cemburu
bara api paling membara menyala-nyala
asap keruh
jiwa luruh
terlebih perih
di meja terhidang wasiat pembunuh benci
Prapat Janji, 2016
Kembali
matamu merah menatap liar
pada angka-angka
luruh, berserakan cinta
terbawa nama bapa
kau ukir pada pahatan paling rapi
ibumu
di sana
di atas awan
yang paling berawan
namamu ditahbiskan
di masa penghabisan
Prapat Janji, 2016
Terbuang
kau air mata yang menari-nari
di jantung hati yang menepi hati-hati
jika pagi datang membawa kedua sayapnya
berpuasalah engkau
memamah jantung hati
Prapat Janji, 2016
Hujan
apakah tuan tidak marah
sedangkan nyala matamu merah
aku punya penawar lelah
maukah kau buka pintumu
agar aku bisa memasukimu
Prapat Janji, 2016
0 Response to "Sekadar Berbagi Suara Hati "
Post a Comment