Kompetisi sepakbola negeri Tirai Bambu memang belum sementereng liga-liga top Eropa seperti Seri A Italia, La Liga Spanyol, EPL di Inggris, Liga Jerman, dan Liga Prancis. Liga Super China adalah kompetisi kasta tertinggi dalam liga China yang terus menjadi buah bibir dalam beberapa tahun belakangan. Liga Super China dengan dukungan penuh dari presiden mereka, menjadikan Liga Super China menjadi magnet sepakbola Asia saat ini, dan kemungkinan besar beberapa tahun yang akan datang bisa setara liga-liga top Eropa.
Berbicara sepakbola tidak hanya tentang olahraga semata, karena sepakbola adalah lahan industri yang sangat menjanjikan. Sepakbola menjadi primadona dari segala jenis olahraga yang ada di muka bumi. Di Indonesia saja, basis interisti-julukan fans Inter Milan jumlahnya sangat banyak, selain itu juga banyak lagi fans-fans sejati dari Indonesia yang menyukai liga-liga top Eropa. Banyaknya basis fans-fans liga top Eropa menjadi bukti bahwa sepakbola selalu menampilkan jumlah penonton dan pendukung setia yang jumlahnya amat sangat luar biasa.
Tentu dengan banyaknya penonton setia liga-liga top Eropa menjadikan lahan bisnis (hak siar) liga-liga mereka sangat tinggi. Di Indonesia, kita masih sangat beruntung masih ada beberapa chanel televisi swasta yang menyiarkan secara gratis beberapa pertandingan liga-liga top Eropa seperti La-Liga, EPL, dan tentunya Liga Champion.
Membahas Liga Super China, maka kita berbicara kekuatan baru di Asia yang hendak melebarkan sayapnya, membangun pondasi dengan cara mendatangkan pemain-pemain top dunia. Berbicara pemain top dunia tentu tidak akan jauh-jauh dari kompetisi sepakbola Eropa. Pemain-pemain top dunia mulai dari Amerika Latin dan Eropa selalu berkumpul (bermain) di Itali, Spanyol, Inggris, Jerman, dan Prancis. Kelima negara ini adalah kompetisi kelas atas dunia saat ini yang terus-menerus melahirkan pemain terbaik dunia.
China dengan liga supernya yang masih seumur jagung, bertranformasi menjadi Chinese Super League (CSL) sejak tahun 2003, tetapi untuk ukuran kematangan dan keberanian mendatangkan pemain top dunia tidak bisa diragukan lagi. Dukungan pemerintah China dan taipan-taipan mereka, menjadikan kompetisi sepakbola semakin menggeliat dan mencengangkan dengan nilai transfer dan gaji pemain yang tergolong fantastis.
Tahun lalu Ramires yang berusia 28 tahun, salah satu anak emas Mourinho saat menukangi Chelsea dan usianya masih tergolong usia keemasaan diboyong ke klub Jiangsu Suning seharga 28 juta euro dan Alex Teixera dari liga Rusia dimahari 50 juta euro. Jackson Martinez salah satu pemain kesayangan pelatih Atletico Madrid, juga berhasil diboyong oleh Guangzhou Evergrande seharga 42 juta euro. Klub yang terakhir disebut dimusim 2016 berhasil menjadi juara Liga Super China.
Kabar terbaru yang bersumber dari indosport.com (29/12/16), Carlos Tevez diboyong oleh salah satu klub CSL. Klub yang berhasil mendatangkan Tevez tersebut adalah Shanghai Shenhua dengan dibandrol 84 juta euro dan gaji 753 ribu dollas AS per pekan. Gaji fantastis Tevez mengundang perhatian hampir seluruh kalangan. Betapa tidak, gaji Tevez mengalahkan gaji yang diterima CR7 (Cristiano Ronaldo) pemilik empat tropi pemain terbaik dunia dan juga Messi rekan senegara Tevez peraih lima tropi pemai terbaik dunia.
Oscar yang usianya masih relatif muda juga berhasil diboyong ke CSL. Jika dihitung secara rinci pemain-pemain top dunia yang masih layak dan masih menjadi bintang di liga-liga top Eropa seperti Oscar, Ramires, Hulk, Demba Ba, Asamoah Gyan (bintang Ghana di Piala dunia 2010), Gervinho, Graziano Pelle, Fredy Guarin, Paulinho, Alex Texeira. CSL, dengan dukungan pemerintah dan dana yang melimpah ruah mampu meyakinkan pemain-pemain top Dunia untuk merumput di China.
Selain pemain top dunia, CSL juga terus memboyong pelatih dunia seperti Marcello Lippi yang telah berhasil membawa Guangzhou Evergrande juara CSL dan Andre Villas Boas menukangi Shanghai SIPG.
Kompetisi Sepakbola Indonesia harus bangkit
Atmosfir liga-liga di Indonesia yang terkenal dengan pendukung fanatiknya tidakkan pernah membiarkan stadion-stadion kosong. Sebenarnya dengan fanatisme pendukung sepakbola di tanah air yang mendukung timnas dan juga klub-klub daerah masing-masing, adalah modal paling berharga untuk mengembangkan kompetisi sepakbola di Indonesia menjadi lebih mapan. Bukan jalan di tempat atau malah semakin mundur.
Manajemen yang tidak baik tentu tidak akan pernah menghasilkan pemain-pemain yang bagus. Andai pun ada pemain yang bagus, tidak akan bisa bertahan lama dengan manajamen yang buruk. Untuk hal ini, mungkin kompetisi sepakbola kita, mulai dari tiap-tiap klub Indonesia dan juga PSSI, masih belum bisa belajar terhadap liga-liga Asia lainnya seperti J-league (liga Jepang) yang mana kompetisi sepakbola Indonesia telah lebih dahulu dibentuk daripada kompetisi di negeri Sakura tersebut. Namun, untuk keberhasilan membuat kompetisi berjalan sebagaimana mestinya, kita masih jauh tertinggal.
J-Liga Jepang dan Liga Korea Selatan adalah dua kompetisi sepakbola terbaik di Asia, lalu munculnya CSL yang menggemparkan dunia dengan bercokolnya pemain-pemain top dunia, tentu akan menaikkan pamor kompetisi negeri mereka setara J-League atau bahkan bisa jauh melebihinya setara dengan liga-liga top Eropa.
Kompetisi sepakbola di negeri tercinta ini, harusnya bisa berkaca dengan J-League dan CSL yang masih muda untuk ukuran menggelar kompetisi sepkbolanya dibandingkan kompetisi sepakbola tanah air yang sudah ada sejak tahun 1979 yang bernama Galatama, dan sekarang setelah ISC, mungkin akan kembali menjadi ISL (Indonesian Super League).
CSL dengan gelontoran dana yang tak terhingga sehingga mampu mendatangkan pemain-pemain top dunia tidak akan bisa kita imbangi. Namun, dengan fanatisme dan penuhnya stadion-stadion bila kompetisi sepakbola tanah air sedang digelar dan dukungan manajamen yang bagus dalam mendanai suatu klub akan menjadikan klub-klub di Indonesia menjadi semakin baik.
Ironis bila melihat sejarah beberapa klub-klub di Indonesia yang tidak mampu membayar pemain-pemainnya dan klub mengatakan rugi. Setahu penulis, dengan adanya kompetisi yang digelar, tentu akan menghasilkan pundi-pundi uang dan mendatangkan sponsor, dan penjualan atribut-atribut klub seperti baju, celana, dan aksesoris lain sebagainya. Belum lagi hak siar televisi yang klub dapatkan. Jadi mengapa masih merugi?
Geliat sepakbola China dengan dukungan penuh presiden mereka, memiliki misi menjadikan China jaya di dunia (juara piala dunia) 2050. Harus kita akui, dengan datangnya pemain-pemain top dunia akan menaikkan nilai jual klub mereka, dan akan mendatangkan pundi-pundi uang yang sangat banyak. Lantas nilai akhir yang didapatkan oleh China adalah timnas mereka yang akan menjadi lebih berkualitas dengan banyaknya pemain-pemain top yang merumput bersama mereka.
Kompetisi di tanah air harus segera bangkit dari tidur panjangnya, mengingat CSL mencanangkan juara piala dunia 2050 dan jauh-jauh hari (mulai tahun 2011) mendatangkan pemain-pemain top ke negeranya. Indonesia punya basis pendukung setia klub kesayangan mereka yang selalu mendukung dan memadati stadion. Sebut saja The Jakmania Jakarta, Smeck Medan, Bobotoh Bandung, Bonek Surabaya, Aremania Malang, dan lain sebagainya. Jadi, sangat aneh mendengar masih ada klub di Indonesia yang pailit alias bangkrut sehingga menunda-nunda gaji pemainnya.
Kompetisi sepakbola tanah air, harus segera berbenah dengan menjadikan acuan Liga China, Jepang, Korsel, yang sudah membentuk manajemen liga yang profesional. Manajemen yang sehat dan terorganisir adalah kunci segala keberhasilan kompetisi sepakbola tanah air agar bisa bangkit kembali.
Penulis adalah Alumnus di Unimed, peminat masalah sosial, budaya, dan olahraga
Nb: Abd. Rahman M/legend4. Pernah dipublikasikan di Harian Analisa 16 Januari 2017
Berbicara sepakbola tidak hanya tentang olahraga semata, karena sepakbola adalah lahan industri yang sangat menjanjikan. Sepakbola menjadi primadona dari segala jenis olahraga yang ada di muka bumi. Di Indonesia saja, basis interisti-julukan fans Inter Milan jumlahnya sangat banyak, selain itu juga banyak lagi fans-fans sejati dari Indonesia yang menyukai liga-liga top Eropa. Banyaknya basis fans-fans liga top Eropa menjadi bukti bahwa sepakbola selalu menampilkan jumlah penonton dan pendukung setia yang jumlahnya amat sangat luar biasa.
Tentu dengan banyaknya penonton setia liga-liga top Eropa menjadikan lahan bisnis (hak siar) liga-liga mereka sangat tinggi. Di Indonesia, kita masih sangat beruntung masih ada beberapa chanel televisi swasta yang menyiarkan secara gratis beberapa pertandingan liga-liga top Eropa seperti La-Liga, EPL, dan tentunya Liga Champion.
Membahas Liga Super China, maka kita berbicara kekuatan baru di Asia yang hendak melebarkan sayapnya, membangun pondasi dengan cara mendatangkan pemain-pemain top dunia. Berbicara pemain top dunia tentu tidak akan jauh-jauh dari kompetisi sepakbola Eropa. Pemain-pemain top dunia mulai dari Amerika Latin dan Eropa selalu berkumpul (bermain) di Itali, Spanyol, Inggris, Jerman, dan Prancis. Kelima negara ini adalah kompetisi kelas atas dunia saat ini yang terus-menerus melahirkan pemain terbaik dunia.
China dengan liga supernya yang masih seumur jagung, bertranformasi menjadi Chinese Super League (CSL) sejak tahun 2003, tetapi untuk ukuran kematangan dan keberanian mendatangkan pemain top dunia tidak bisa diragukan lagi. Dukungan pemerintah China dan taipan-taipan mereka, menjadikan kompetisi sepakbola semakin menggeliat dan mencengangkan dengan nilai transfer dan gaji pemain yang tergolong fantastis.
Tahun lalu Ramires yang berusia 28 tahun, salah satu anak emas Mourinho saat menukangi Chelsea dan usianya masih tergolong usia keemasaan diboyong ke klub Jiangsu Suning seharga 28 juta euro dan Alex Teixera dari liga Rusia dimahari 50 juta euro. Jackson Martinez salah satu pemain kesayangan pelatih Atletico Madrid, juga berhasil diboyong oleh Guangzhou Evergrande seharga 42 juta euro. Klub yang terakhir disebut dimusim 2016 berhasil menjadi juara Liga Super China.
Kabar terbaru yang bersumber dari indosport.com (29/12/16), Carlos Tevez diboyong oleh salah satu klub CSL. Klub yang berhasil mendatangkan Tevez tersebut adalah Shanghai Shenhua dengan dibandrol 84 juta euro dan gaji 753 ribu dollas AS per pekan. Gaji fantastis Tevez mengundang perhatian hampir seluruh kalangan. Betapa tidak, gaji Tevez mengalahkan gaji yang diterima CR7 (Cristiano Ronaldo) pemilik empat tropi pemain terbaik dunia dan juga Messi rekan senegara Tevez peraih lima tropi pemai terbaik dunia.
Oscar yang usianya masih relatif muda juga berhasil diboyong ke CSL. Jika dihitung secara rinci pemain-pemain top dunia yang masih layak dan masih menjadi bintang di liga-liga top Eropa seperti Oscar, Ramires, Hulk, Demba Ba, Asamoah Gyan (bintang Ghana di Piala dunia 2010), Gervinho, Graziano Pelle, Fredy Guarin, Paulinho, Alex Texeira. CSL, dengan dukungan pemerintah dan dana yang melimpah ruah mampu meyakinkan pemain-pemain top Dunia untuk merumput di China.
Selain pemain top dunia, CSL juga terus memboyong pelatih dunia seperti Marcello Lippi yang telah berhasil membawa Guangzhou Evergrande juara CSL dan Andre Villas Boas menukangi Shanghai SIPG.
Kompetisi Sepakbola Indonesia harus bangkit
Atmosfir liga-liga di Indonesia yang terkenal dengan pendukung fanatiknya tidakkan pernah membiarkan stadion-stadion kosong. Sebenarnya dengan fanatisme pendukung sepakbola di tanah air yang mendukung timnas dan juga klub-klub daerah masing-masing, adalah modal paling berharga untuk mengembangkan kompetisi sepakbola di Indonesia menjadi lebih mapan. Bukan jalan di tempat atau malah semakin mundur.
Manajemen yang tidak baik tentu tidak akan pernah menghasilkan pemain-pemain yang bagus. Andai pun ada pemain yang bagus, tidak akan bisa bertahan lama dengan manajamen yang buruk. Untuk hal ini, mungkin kompetisi sepakbola kita, mulai dari tiap-tiap klub Indonesia dan juga PSSI, masih belum bisa belajar terhadap liga-liga Asia lainnya seperti J-league (liga Jepang) yang mana kompetisi sepakbola Indonesia telah lebih dahulu dibentuk daripada kompetisi di negeri Sakura tersebut. Namun, untuk keberhasilan membuat kompetisi berjalan sebagaimana mestinya, kita masih jauh tertinggal.
J-Liga Jepang dan Liga Korea Selatan adalah dua kompetisi sepakbola terbaik di Asia, lalu munculnya CSL yang menggemparkan dunia dengan bercokolnya pemain-pemain top dunia, tentu akan menaikkan pamor kompetisi negeri mereka setara J-League atau bahkan bisa jauh melebihinya setara dengan liga-liga top Eropa.
Kompetisi sepakbola di negeri tercinta ini, harusnya bisa berkaca dengan J-League dan CSL yang masih muda untuk ukuran menggelar kompetisi sepkbolanya dibandingkan kompetisi sepakbola tanah air yang sudah ada sejak tahun 1979 yang bernama Galatama, dan sekarang setelah ISC, mungkin akan kembali menjadi ISL (Indonesian Super League).
CSL dengan gelontoran dana yang tak terhingga sehingga mampu mendatangkan pemain-pemain top dunia tidak akan bisa kita imbangi. Namun, dengan fanatisme dan penuhnya stadion-stadion bila kompetisi sepakbola tanah air sedang digelar dan dukungan manajamen yang bagus dalam mendanai suatu klub akan menjadikan klub-klub di Indonesia menjadi semakin baik.
Ironis bila melihat sejarah beberapa klub-klub di Indonesia yang tidak mampu membayar pemain-pemainnya dan klub mengatakan rugi. Setahu penulis, dengan adanya kompetisi yang digelar, tentu akan menghasilkan pundi-pundi uang dan mendatangkan sponsor, dan penjualan atribut-atribut klub seperti baju, celana, dan aksesoris lain sebagainya. Belum lagi hak siar televisi yang klub dapatkan. Jadi mengapa masih merugi?
Geliat sepakbola China dengan dukungan penuh presiden mereka, memiliki misi menjadikan China jaya di dunia (juara piala dunia) 2050. Harus kita akui, dengan datangnya pemain-pemain top dunia akan menaikkan nilai jual klub mereka, dan akan mendatangkan pundi-pundi uang yang sangat banyak. Lantas nilai akhir yang didapatkan oleh China adalah timnas mereka yang akan menjadi lebih berkualitas dengan banyaknya pemain-pemain top yang merumput bersama mereka.
Kompetisi di tanah air harus segera bangkit dari tidur panjangnya, mengingat CSL mencanangkan juara piala dunia 2050 dan jauh-jauh hari (mulai tahun 2011) mendatangkan pemain-pemain top ke negeranya. Indonesia punya basis pendukung setia klub kesayangan mereka yang selalu mendukung dan memadati stadion. Sebut saja The Jakmania Jakarta, Smeck Medan, Bobotoh Bandung, Bonek Surabaya, Aremania Malang, dan lain sebagainya. Jadi, sangat aneh mendengar masih ada klub di Indonesia yang pailit alias bangkrut sehingga menunda-nunda gaji pemainnya.
Kompetisi sepakbola tanah air, harus segera berbenah dengan menjadikan acuan Liga China, Jepang, Korsel, yang sudah membentuk manajemen liga yang profesional. Manajemen yang sehat dan terorganisir adalah kunci segala keberhasilan kompetisi sepakbola tanah air agar bisa bangkit kembali.
Penulis adalah Alumnus di Unimed, peminat masalah sosial, budaya, dan olahraga
Nb: Abd. Rahman M/legend4. Pernah dipublikasikan di Harian Analisa 16 Januari 2017
0 Response to "Geliat Liga Super China dan Pemain Top Dunia"
Post a Comment