Kebakaran hutan yang terjadi baru-baru ini merupakan kebakaran hutan yang mirip dengan kebakaran hutan tahun 1997 bahkan bisa dikatakan lebih parah dari kebakaran hutan sebelumnya. Kabut asap mengepung hampir seluruh langit Indonesia dan negeri tetangga juga mendapat kiriman asap yang menyebabkan lumpuhnya penerbangan-penerbangan pesawat di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara. Kemarau juga memperparah upaya pemadaman hutan-hutan yang terbakar. Kebakaran hutan berdampak serius dengan kesehatan masyarakat yang terpapar oleh udara yang tidak sehat. Ispa menjadi momok menakutkan, rumah sakit dan puskesmas menjadi penuh membludak dengar keluhan-keluhan penyakit saluran pernafasan. Sekolah-sekolah terpaksa meniadakan proses belajar mengajar. Selain itu, kebakaran hutan juga berkontribusi terhadap perubahan iklim dan berdampak pada perekonomian.
Kebakaran hutan turut serta membumihanguskan (merusak) lahan gambut yang mana keberadaan lahan gambut sangat penting dalam kaitannya untuk menyimpan karbon tanah. Penyimpan karbon terbesar di dunia adalah lahan gambut dan Indonesia memiliki lahan gambut yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Siklus hidrologi dan keanekaragaman hayati juga bergantung pada lahan gambut. Lahan gambut mampu menyimpan karbon lebih banyak dari tanah mineral karena lahan gambut menyimpan karbon pada biomassa tanaman.
WWF Indonesia mengatakan bahwa pada kondisi alami, lahan gambut tidak mudah terbakar karena sifatnya yang menyerupai spons, yakni menyerap dan menahan air secara maksimal. Bila musim hujan dan musim kemarau berlangsung jumlah cadangan air tidak akan ekstrem. Lahan gambut akan mudah terganggu bila adanya konservasi lahan atau pembuatan kanal, dan dibakar tangan-tangan manusia. Ketika lahan gambut mengering karena adanya konservasi lahan, maka lahan gambut tersebut akan mudah terbakar dan bila sudah terbakar sulit dipadamkan.
Kebakaran hutan tahun ini (2015) sulit dipadamkan karena banyaknya lahan gambut yang terbakar. Api yang tampak padam pada permukaan tidak berarti benar-benar padam dibawah permukaan tanah pada lahan gambut karena bara api tetap menyala sehingga sulit dipadamkan pada lahan gambut yang terbakar.
Kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia yang telah kita lihat dampak langsungnya berupa asap pekat nan tebal, sulit bernafas, dan mata perih disebabkan oleh kebakaran (dibakar). Kebakaran hutan yang turut menghancurkan lahan gambut di Indonesia hendaknya menjadi pembelajaran bagi kita semua bahwa mengalihfungsikan hutan dengan cara dibakar lebih banyak kerugiaannya daripada keuntungan yang didapatkan.
Wacana pemerintah untuk merestorasi lahan gambut dan mengembalikan fungsi lindung dua juta hektar lahan gambut yang terbakar pada kebakaran hutan tahun ini seperti menjadi angin segar yang menggembirakan kita yang cinta lingkungan hijau nan asri bukan? Semoga kebijakan yang sudah dipertegas oleh presiden Joko Widodo melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait tata kelola kawasan gambut, di antaranya tidak ada lagi eksploitasi kawasan gambut dengan tidak mengeluarkan izin baru, mengevaluasi izin yang telah dikeluarkan di kawasan gambut, menata ulang rencana kerja tahunan usaha, memastikan lahan yang ditanami berbasis KHG (kesatuan hidrologi gambut) berjalan sebagaimana mestinya tidak ada unsur manipulasi.
Nb: Tulisan Abd. Rahman/legend
0 Response to "Lahan Gambut Nasibmu Kini"
Post a Comment